Posts

Showing posts from February, 2011

Waktu

Ketika senja memanggil Merengkuhku dalam ketidakberdayaanku Memungutku layaknya tetesan air hujan dimusim penghujan Melibasku dalam kepastian Apa yang aku persiapkan? Mendengar detingan detik merasakan aliran detak jantungku Serasa sedar Aku mengikis dalam kerapuhan Tanpa bisa kutapaki lagi hanya dalam lamunan Apa yang telah aku miliki? Andai manusia menyelami waktu dalam dimensi lain mungkin tak sesesal ini aku rasa Akan kunikmati waktu dalam kesenyapan mutlak atau keteguk dalam manisnya pencerahan ataukah kubuang dala keranjang keranjang ketiadaan Apa yang akan kulakukan? Aku ikut dalam waktu ataukah waktu ikut dalam keberadaanku Mungkinkah waktu itu aku atau hanya relungan ketiadaanku Aku hanya merasa tahu tanpa kutahu apakah aku benar benar tahu tentang waktu ---------------------------------------------- Puisi yang saya tulis 4 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 12 Mei 2007. Saya temukan puisi ini setelah membuka-buka arsip lama saya di blog multi

menatap barat jauh

aku menelusuri bekas awan yang berarak bersama melintas dengan diam menuju barat pada jejak mentari yang menjingga kelelahan kutapaki batasan imajinasi pegunungan barat layang-layang bercumbu beradu merdu dengan angin tanpa suara di ujung barat jauh mencari cermin yang memantulkan sedikit asa tentang pengharapan yang membuncah tiba-tiba aku menatap kosong mencari ketiadaan setitikpun tak apa di ujung nun jauh di barat sana

Dia dia dia

Malam tak lagi kelam Siang tak lagi benderang Semua suara terserap angin, pergi bersama ke arah barat Tak ada lagi warna warni, semua hitam dan putih Ya, setelah kau diam dan pergi Kini kutahu lemahnya diriku tanpa dirimu Aku..aku..aku Aku terlalu mencintaimu

Para Penghina

Kami ini para pejalang yang menggali kubur dengan mundur gelap gulita kehilangan rembulan yang tak bergeming di balik hening Kami ini para pepetualang mencari kisah kasih sendu pilu tersesat oleh belukar rimbun tak bertuan Kami ini para pemimpi yang masyuk khusyuk gemulai lalai menari tak berhenti, candu serasa roti Kami ini para pengibul yang bernyanyi sumbang lantang kicau sana sini mengalirkan kata berbalut dosa Kami ini para pendiam Kalau malam tak kunjung pulang keperaduan

Random

Angin malam berhembus lembut, namun mampu menembus dinding-dinding gedeg* cakruk** yang mulai rapuh di dukuh kecil yang terletak di bawah bukit Gajahan. Sementara diatas sana rembulan purnama bersinar cerah dengan sesekali disapa oleh awan yang bergerak cepat, terburu-buru menuju suatu tempat di ujung utara. Empat sosok gelap tertutup oleh atap cakruk yang tak bisa ditembus oleh sinar bulan saling menggeser mencoba mencari tempat yang nyaman untuk mengarungi malam yang semakin larut. Perbincangan yang mereka awali sedari ba'da Isya masih terus berlanjut hingga saat ini. "Jadi mau gimana kang?" "Kompeni semakin susah ditebak" jawab sesosok lelaki yang dipanggil dengan sebutan Kakang oleh temannya. Suaranya serak, seperti menahan sesak didadanya. "Kita punya waktu 2 hari lagi, sebelum mereka datang" seseorang bertubuh paling tambun yang duduk di ujung ikut bersuara. "Benar, aku masih tidak bisa memutuskan harus bagaimana. Ada 20 orang di d