Random

Angin malam berhembus lembut, namun mampu menembus dinding-dinding gedeg* cakruk** yang mulai rapuh di dukuh kecil yang terletak di bawah bukit Gajahan. Sementara diatas sana rembulan purnama bersinar cerah dengan sesekali disapa oleh awan yang bergerak cepat, terburu-buru menuju suatu tempat di ujung utara.

Empat sosok gelap tertutup oleh atap cakruk yang tak bisa ditembus oleh sinar bulan saling menggeser mencoba mencari tempat yang nyaman untuk mengarungi malam yang semakin larut. Perbincangan yang mereka awali sedari ba'da Isya masih terus berlanjut hingga saat ini.

"Jadi mau gimana kang?"

"Kompeni semakin susah ditebak" jawab sesosok lelaki yang dipanggil dengan sebutan Kakang oleh temannya. Suaranya serak, seperti menahan sesak didadanya.

"Kita punya waktu 2 hari lagi, sebelum mereka datang" seseorang bertubuh paling tambun yang duduk di ujung ikut bersuara.

"Benar, aku masih tidak bisa memutuskan harus bagaimana. Ada 20 orang di dukuh ini, termasuk manula dan anak-anak. Mereka yang paling lemah, itu yang menghambat pergerakan kita. Dua hari berarti kita masih punya waktu paling baik 2 malam. Jelek-jeleknya hanya 1 malam. Bergerak di malam hari memang tidak mencurigakan, tapi aku masih ragu dengan kemampuan kita, terutama untuk anak-anak dan manula."

"Kita lakukan berkala Kang?" sesosok yang sedari tadi diam mengambil porsinya.
"Kita lakukan siang hari, tapi kita susupkan mereka. Orang-perorang sehingga mata-mata kompeni tidak melihat".

"Sempat terlintas untuk melakukan itu, tapi aku masih yakin semenjak kegagalan pelarian kita sebulan yang lalu, ada mata-mata diantara kita."

Sunyi, untuk sesaat hanya deru angin malam menjamah mesra dedauanan yang terdengar merdu. Orkestra malam.

"Aku sepakat Kang".

"Mereka seperti kentut, bebauan busuknya nyata tapi tidak pernah tampak wujudnya. Cih!"

"Kita tinggal berdua puluh, pajak kita terlalu menumpuk. Para kompeni itu tak akan memberi waktu lebih lagi kepada kita."

"Pergi atau mati".

"Kita mulai pergi besok subuh, tapi jangan bergerombol".  Orang yang dipanggil Kakang itu akhirnya mengambil keputusan.

Dalam kegelapan mereka mengangguk serempak tanda sepakat.

Malam semakin larut, sementara itu di bawah bayang pohon mangga sesosok bergegas meninggalkan tempat yang sedari tadi dia tempati dengan sabar. Jika siang hari, dengan jelas senyum liciknya akan terlihat jelas. Senyum licik penuh kemenangan.

"Mati kau pak tua" batinnya

----------000---------------------------------------

Tidak beberapa lama setelah bayangan itu bergerak pergi.

"Keparat, ternyata menantuku sendiri penghianat itu." Bisik Pak Tua lirih, tapi terdengar jelas oleh ketiga kawannya.

"Bunuh dia, malam ini kita berangkat." tegasnya lagi.

"Baiklah Kakang", jawab pemuda yang paling diam, sembari tersenyum sinis.

"Matilah kalian keluarga busuk" batin pemuda itu. "Rencana jahatku berhasil, kalian termakan hasutanku."

Namun sesaat sebelum pemuda itu pergi, pemuda gendut mencegah.

"Kang, biar aku temani si Parto untuk menghabisi menantu Kakang."

Pemuda pendiam bernama Parto itu kaget bukan kepalang, tetapi beruntunglah dia, kegelapan menyembunyikan ekspresi wajahnya, sehingga tak terlihat perubahan yang mendadak yang mencurigakan itu.

"Pergilah, temani si Parto, pastikan tugas kalian berhasil tanpa ada yang mencurigai" Perintah sang "Kakang".

Malam semakin larut, drama malam terus berlanjut dalam panggung kenistaan. Hingga pagilah yang menghapus semua kebohongan tersebut.

Pagi buta dukuh kecil itu dikagetkan oleh penemuan 5 mayat yang berserakan di dua tempat. Tiga mayat ditemukan di kebun jagung, dan dua lagi ditemukan di sawah dekat Langgar***. Dukuh menangis, mereka kehilangan 5 orang terbaik yang berencana menyelamatkan penduduk dukuh kecil itu kejamnya tangan Kompeni. Sementara itu, perempuan tua yang berdiri di sebelah Langgar tertawa terkekeh-kekeh penuh kemenangan tanpa ada satupun warga yang mencurigai.




* anyaman bambu yang biasa dipakai untuk dinding.
** gardu tempat ronda (bahasa jawa)
*** mushola kecil

Comments

Popular posts from this blog

tidurlah di bawah rembulan

Pujangga Malam

Tanpa nama