Posts

Showing posts from 2011

Angin mendesis

angin mendesis panjang sepanjang malam yang bersemayam di hatiku

Aku ingin menjadi hujan

Aku ingin meluruh menjadi air-air hujan yang mencumbu setiap kelopak yang ranum bergelayutan diujung daun dan meresap jauh di akar hatimu walau hanya semalam ini

Samudera kata

huruf-huruf bergejolak mengejar angin di samudera yang tak berwarna terlalu kalut untuk kau sapa burung-burung laut kebingungan memindai kata mencari yang bergerak diantaranya matahari tak merancu, gagal tersenyum huruf-huruf menyerap tanpa memantulkan cahayanya Lalu, aku pelaut kata Yang melihat begitu banyak tapi terlalu sedikit untuk berlayar terombang ambing dalam kebingungan ditengah samudera huruf yang menggenang.

Bunga kertas

Ditancapkan di vas kertas Disirami air kertas Disiangi sinar kertas Semoga engkau merambat, walau sekedar berpindah mencari bingkai yang tepat Untuk merangkum wangi kertas

bisik

ada yang hilang ada yang datang pada awalan maupun imbuhan atau perkata mungkin permakna yang mengalir dari gelora satu ke wujud yang lain angin yang mengawali terhentak badai tak kuasa menghentikannya hujan tak mampu memurnikannya bisik dan membisik debu dan semakin berdebu

Kanvas kenangan

Sedetik di masa lalu, persis. Terpuruk diantara tumpukan kenangan yang bertubi-tubi datang. Langit melukiskan bentangan kanvas yang tak berbatas. Sore ini. Sayup-sayup melodi yang memenuhi seluruh penjuru ruang, dalam kehilangan lirik. Sayupnya masih merdu mengalun. Hujan yang telah lewat beberapa saat lalu, mentari yang tak mungkin menyapa lagi. Sedikit keinginan, seperti ini yang seharusnya kulukis, selamanya.

Kupu-kupu pelangi

engkau dilahirkan dari rahim pelangi melukis pagi dengan warna warni sebelum tetes embun menyentuh dahaga ilalang tua kecantikanmu tak tersentuh kata-kata menaburi hasrat untuk bernyanyi memuji keindahan dalam terjaga dan mimpi Singgasana bunga mekar untukmu Dahan-dahan menunduk pada belaianmu Angin berdendang merdu padamu Awan enggan menangis atas kehadiranmu Engkau yang rupawan, menebar cerita sepanjang pagi hingga jingga datang biar kusimpulkan perca-perca ceritamu, saat malam menjelang agar esok engkau melihatnya utuh

terlalu takjub

Aku terlalu takjub pada alam yang mengukir sore pada alam yang mendendangkan desir angin pada alam yang merangkai awan pada alam yang menebar bintang pada aku yang terlalu takjub

Pagi ingin membenci

Yang bagi pagi adalah awalan Merekah bunga-bunga haus sentuhan Waktu seakan merekatan Pada awan awan yang bergelayutan Engkau padri Entah semi Untukmu caci maki Walau urung dibenci Lalu, bunga-bunga menari kejang Mengikrar batang Ingin padu dengan ilalang Perpisahan diharapkan namun urung datang

Bulan Sepotong

Kemana separuhnya? Hilang padaku? Atau kau sembunyikan dibalik awan-awan? Kau hilang datang Pada malam yang menjerit pekat Terantuk pada pengharapan Entah, pada siapa.. Mungkin sepotong untukmu dan untukku, hingga malam lepas tali memburai

aku, hujan dan malam

Hujan, malam tanpa petir tanpa pijar Kita bertiga di pojok tikar Menanti bintang yang urung datang

gulita

pijarku meleleh, terserap gulita aku mengutuk waktu lalu mengutuk ilalang untuk senyumku untuk senyumku, yang terukir rias di tembok depan hancurnya gerabah rapuh Ya, aku ingin ke bintang sendirian melihatmu berbahagia selamanya dari masa 1000 tahun yang akan datang

Awan awan

Belai lembut sinar mentari engkau yang punya rundung sedih kau yang cipta Pada helaian dahan, kuintipkan secercah lukisan tentang keindahan yang bertentangan antara hujan dan terang.

Teruntuk

Pagi yang memanggil dari dunia mimpi Matahari yang tertatih menggandengnya, pelan dan pelan Pada satu kesadaran yang mengambang Bunga-bunga yang sedang bermekar mencari celah untuk bercumbu Pada satu hasrat yang menggebu Angin yang tertahan Malu-malu menggumpalkan titik-titik embun Pada harapan yang mendayu Pada awan, pada rerumputan saat ini, dipagi ini, dikucupan bunga, pada angin yang menanti diantara ketidakpastian

Kosong

Berada dalam ketiadaan Berderak ramai-ramai tapi sepi jua Yang kalah dalam kemenangan Hanyut dalam kebahagiaan yang membinasa mencari isi yang selalu kosong

Sepi Mati

Diantara rintih dedaunan engkau coba mencerna adanya senandung. Bagimu keramaian Kala raga terpatri, menolak bernyanyi Engkau tersembunyi dibalik senyum dikelamnya malam Tertawa menggigil Masa berlalu kejam Tak sepatahpun menoleh, hanya sebuah pertanda Malam dan siang berlalu lalang Tangis hilang makna Tawa musnah sedari lama Engkau berdiri diantara ilalang, berdiri merebah tanah Sepi ini mati Mati ini sepi

Pelangi Malam Hari

Siapa bilang pelangi malam hari tak riuh warna? Hanya hujan rintik yang tahu rahasianya Dimana pekat merajai gulita Malu dia pada matahari Siapa bilang pelangi malam hari tak berpendar? Dia hanya membisu Membiarkan angin malam bersiul-siul merdu Senang matahari hilang pijar Siapa bilang pelangi malam hari tak benar ada? Dia bergelayut pada awan-awan yang berlari berputar, tersesat mengutuk matahari

Semestinya untukku

harusnya matahari berputar ke kanan, agar kulihat gulita sejenak disebelah kiri tersenyum harusnya bulan berhenti sejenak dalam diamnya dia bernyanyi keras menulikan Ya, di balik awan-awan itu harusnya pasir itu mengeras biar setiap sejarah terukir erat tak lapuk harusnya aer-aer ini bertaburan ke atas agar kulihat pelangi menadah indah harusnya malam ini berpanjangan karena aku tak ragu bercumbu pada sepi dan luka

Adalah

Aku pengingat payah urung tersikap pada sejenak yang berlalu aku pelantun lemah suaraku tersekat batu enggan berlagu aku lahir pemarah memaki waktu yang tersenyum lugu aku pelupa arah selalu tersudut pada gurun yang membiru aku pejantan lungrah manis terkulum pahit terasa sembilu Ya, aku semacam adalah tanpa makna, sedikit peran, selalu ambigu

Gelas-gelas Kosong

Wadah kesepian yang membujur dahaga Lalu pijar-pijar lewat enggan menyapa Menyanyi diantara keramaian Masih kosong

Angin sore

Biarkan angin sore masuk duduk,  Pasti dia rindu, pada bedug bunga-bunga yang diakan diajak menari Pasti dia rindu, pada salju yang ditemuinya di antah berantah Biarkan dia masuk duduk, sesaat sebelum hening datang.

Tembok dan lumut

Di ujung jalan di dekat perempatan sunyi melepuh oleh bisikan angin angin yang merdu mendayu meresap mencuri dengar antara tembok dan lumut Pada tetes sisa penghujan, lumut bergelayutan diantara tembok-tembok angkuh Tak ada ucap, sesunyi nasib yang mencari kepuasan Dunia berjalan dengan cepatnya menyusup ke titik terendah Sunyi dan keangkuhan

Segala arah

bernyanyi nyanyi di kolong langit membawa cerita pada bungkus plastik menggurat senyum Senyum yang sama di bawah atap-atap mewah dibungkus sutera Lalu, dimana bedanya? kalau senyum bisa menyungging ke penjuru arah..

Jogja dan sore

Mendung membungkus kami dalam nuansa nostalgi di satu sudut kata Yang terhempas, enggan untuk berlalu dalam teduh dunia menyerupai surga aromanya, kebisuan yang dipenuhi kenangan Diantara para pejalan kaki ukiran cerita indah terpatri abadi tentang sebuah kata "kenangan" di kota ini yang akan selalu kurindukan disetiap sore seperti ini

Kopi dan Susu Hangat

Bersahabat dengan waktu Dikala awan kian membiru hitam Di atas langit orang Menutup seberkas sinar cerita siang Mataku masih terantuk diantara dunia dan khayalan Mencari kesadaran Mencari sahabat yang hilang sementara. Sahabatku nan manis beraroma Perpaduan cinta kasih alam dalam secangkir cerita

Dalam diamku

Dalam diamku, aku berteriak lantang tentang cerita ketidakadilan tentang maling-maling yang berkuasa tentang teror-teror kematian Dalam diamku, aku menangis meraung tentang kemiskinan tentang penuhnya kolong jembatan tentang puisi kehilangan Dalam diamku, aku terdiam hanya ini yang aku bisa terdiam dalam diamku

Awan Hitam dan Matahari

Rumit menceritakan bilamana terjadi perebutan peran antara awan hitam dan matahari saat hadir beriringan. Awan hitam tentu tidak akan membiarkan matahari mengambil jatahnya untuk menurunkan hujan, di sisi lain matahari tak mungkin merelakan waktunya untuk berbagi cahaya yang memang terbatas diambil oleh awan hitam. Rumit ketika sama ² ngotot mempertahankan ego masing ². Begitulah cerita di suatu hari, ketika matahari dan awan hitam berebut peran. Sebuah guyonan sebenernya bagi sang bumi. Bukan bentuk pengejekan, tapi Tuhan telah menetapkan rute bagi masing ² komponen semesta untuk menjalankan perannya. Walaupun kadang memang satu dengan yang lain sering terjadi benturan. Ketika direnungi, Tuhan Maha Indah dengan segala misterinya, tak terkecuali awan hitam dan matahari. Ketika pada porsi masing ² semua menjalankan perannya dengan semaksimal, keindahanlah yang akan tercipta dalam perpaduan sebuah keberbedaan. Tahukah engkau riwayat pelangi? Dia lahir dari rahim awan hitam

UnTittled

Aku tidak yakin masih bisa menulis dengan semua keadaan ini. Pukul 1.52 sudah, waktu memasuki hari lain diawal Maret. Aku masih terjaga, kehilangan semua rasa kantuk yang sedari tadi aku rasakan, sungguh sekarang tidak tersisa sama sekali rasa itu. Bingung rasanya memulai dari mana, awalku terasa jauh dan tak terlihat lagi tertinggal dibelakang. Aku berada dipersimpangan, dimana dulu dipersimpangan tersebut aku adalah pemenang, ya seorang pemenang. Walaupun akhirnya aku tahu itu kemenangan semu. Aku tidak menyalahkan siapapun. Ini sebuah cerita, yang sudah melekat padaku, jauh sebelum aku sadar dengan keberadaanku. Mencintainya, semuanya bagiku selama ini. Pasang surut sudah terlewati, kami bisa, hmm lebih tepatnya dia bisa. Aku dipersimpangan, yakin dengannya tapi tidak yakin denganku sendiri. Aku layang-layang yang selama ini aku puja kegemulian tariannya, terombang ambing tanpa kepastian kapan angin akan datang lagi menyapaku. Seperti inilah, aku tidak pernah rela dan bisa m

Waktu

Ketika senja memanggil Merengkuhku dalam ketidakberdayaanku Memungutku layaknya tetesan air hujan dimusim penghujan Melibasku dalam kepastian Apa yang aku persiapkan? Mendengar detingan detik merasakan aliran detak jantungku Serasa sedar Aku mengikis dalam kerapuhan Tanpa bisa kutapaki lagi hanya dalam lamunan Apa yang telah aku miliki? Andai manusia menyelami waktu dalam dimensi lain mungkin tak sesesal ini aku rasa Akan kunikmati waktu dalam kesenyapan mutlak atau keteguk dalam manisnya pencerahan ataukah kubuang dala keranjang keranjang ketiadaan Apa yang akan kulakukan? Aku ikut dalam waktu ataukah waktu ikut dalam keberadaanku Mungkinkah waktu itu aku atau hanya relungan ketiadaanku Aku hanya merasa tahu tanpa kutahu apakah aku benar benar tahu tentang waktu ---------------------------------------------- Puisi yang saya tulis 4 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 12 Mei 2007. Saya temukan puisi ini setelah membuka-buka arsip lama saya di blog multi

menatap barat jauh

aku menelusuri bekas awan yang berarak bersama melintas dengan diam menuju barat pada jejak mentari yang menjingga kelelahan kutapaki batasan imajinasi pegunungan barat layang-layang bercumbu beradu merdu dengan angin tanpa suara di ujung barat jauh mencari cermin yang memantulkan sedikit asa tentang pengharapan yang membuncah tiba-tiba aku menatap kosong mencari ketiadaan setitikpun tak apa di ujung nun jauh di barat sana

Dia dia dia

Malam tak lagi kelam Siang tak lagi benderang Semua suara terserap angin, pergi bersama ke arah barat Tak ada lagi warna warni, semua hitam dan putih Ya, setelah kau diam dan pergi Kini kutahu lemahnya diriku tanpa dirimu Aku..aku..aku Aku terlalu mencintaimu

Para Penghina

Kami ini para pejalang yang menggali kubur dengan mundur gelap gulita kehilangan rembulan yang tak bergeming di balik hening Kami ini para pepetualang mencari kisah kasih sendu pilu tersesat oleh belukar rimbun tak bertuan Kami ini para pemimpi yang masyuk khusyuk gemulai lalai menari tak berhenti, candu serasa roti Kami ini para pengibul yang bernyanyi sumbang lantang kicau sana sini mengalirkan kata berbalut dosa Kami ini para pendiam Kalau malam tak kunjung pulang keperaduan

Random

Angin malam berhembus lembut, namun mampu menembus dinding-dinding gedeg* cakruk** yang mulai rapuh di dukuh kecil yang terletak di bawah bukit Gajahan. Sementara diatas sana rembulan purnama bersinar cerah dengan sesekali disapa oleh awan yang bergerak cepat, terburu-buru menuju suatu tempat di ujung utara. Empat sosok gelap tertutup oleh atap cakruk yang tak bisa ditembus oleh sinar bulan saling menggeser mencoba mencari tempat yang nyaman untuk mengarungi malam yang semakin larut. Perbincangan yang mereka awali sedari ba'da Isya masih terus berlanjut hingga saat ini. "Jadi mau gimana kang?" "Kompeni semakin susah ditebak" jawab sesosok lelaki yang dipanggil dengan sebutan Kakang oleh temannya. Suaranya serak, seperti menahan sesak didadanya. "Kita punya waktu 2 hari lagi, sebelum mereka datang" seseorang bertubuh paling tambun yang duduk di ujung ikut bersuara. "Benar, aku masih tidak bisa memutuskan harus bagaimana. Ada 20 orang di d

Pelangi senja

Kala senja ingin merenggut warna kita berlari-lari menyeberangi jingga mencari sisa sisa warna yang akan kita susun bersama menjadi pelangi

Let Down

Tak ada yang mengharapkan perpisahan menyakitkan. Datangnya perpisahan tak pernah bisa aku kuduga sebelumnya, karena Tuhan yang menyutradarai pertemuan dan perpisahan. Aku merebut cerita hidupnya yang seharusnya indah, merebut kebersamaannya untuk menemani kesendirianku. Hingga aku tersadar, bukan ini caraku untuk tak sendiri. Aku adalah kesendirian dan Tuhan telah menitahkan itu untukku. Ini yang terbaik untuknya. Ah, terima kasih engkau sempat mewarnai hari-hariku. :). Karma mungkin sedang tertawa terbahak-bahak diatas awan sana. Tak mengapa, toh kami sudah berkawan baik. Semoga malam ini tak mendung, kami akan duduk bersama membujuk malam agar berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kami. :).

Namaku Ono

Aku ada, itulah hakekat nama yang kusandang Ono , yang dalam bahasa Indonesia berarti ada. Walaupun akhirnya kusadari, hanya namaku saja yang mewakili keberadaanku, diriku sendiri? Hilang, tak dikenal, tak ada sesiapapun yang merasakan kehadiranku, bahkan sanak saudaraku. Aku lahir ditempat yang salah atau entahlah, mungkin jika Tuhan sebelumnya memberiku pilihan aku akan memilih tempat lain yang lebih teduh untukku berlindung, lebih riang untukku tertawa, lebih berwarna untukku melukis. Tapi aku tak punya pilihan, Tuhan memberiku titah dan aku patuh sepatuh-patuhnya. Kakakku 2 dan adikku 2, aku anak tengah. Kata orang, anak tengah adalah anak buangan, anak yang tak diharapkan kehadirannya. Aku tak sempat merasakan kasih sayang yang diberikan kedua orang tuaku sebagaimana kedua kakakku dapatkan. Tak jua aku mendapatkan perhatian seperti yang kedua adikku dapatkan. Aku sendiri dan kesepian. Apalagi ditambah didikan bapakku yang luar biasa keras, sedikit salah hukumanny