24 Malam

Dengan Menyebut Asma-Mu

Bunyi tetes aer sisa hujan sore tadi mengiringiku merasuk ke pekatnya malam, menelusuri beragam perjalanan yang tak dapat tersentuh lagi. Aku sudah melewati malam ini sebanyak 24 kali dalam hidupku. Malam beragam, dan coba dengan keras kuingat bahwa aku selalu melewati malam-malam yang berbeda disetiap tahunnya.

Begitu banyak yang mengganjal disini, di malam ini. Ada yang mengikat erat kedua kakiku hingga urung kugerakkan. Aku masih disini, di sela-sela ruang kelam di sudut malam yang selalu pekat tak terjamah sinar bulan dan bintang. Walau dengan keras aku berusaha menyibaknya, hampir percuma aku berusaha.

Diantara gelap gulita, aku masih berusaha tertawa atau sekedar tersenyum. Aku tidak peduli apakah ada yang peduli dengan tingkahku ini, aku merasa malam ini menyerap semua sisa kebahagian yang sempat kusisihkan dan kutabung. Aku masih belum ikhlas pada malam, yang setia menemaniku tapi membunuhku secara perlahan.

Malam terus menerobos lorong-lorong waktu dengan kepastian, dan aku masih berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaanku sendiri dalam keraguan.

Sore tadi hujan menggilas beringas sisa-sisa kejayaan sang kemarau. Melibasnya tak bersisa bahkan tak ada secuil ruang kosong yang tersisa untuk debu dan kekeringan, semuanya dipenuhi basah dan lembab. Sebuah konspirasi sederhana untuk menyambut malam ini. Hujan, gerimis, pekat malam, dingin dan sunyi inilah lakonku untuk malam ke 24 ini.

Takkan kuceritakan lagi kisahku yang sudah terenggut oleh malam, aku kehabisan cerita dan tenaga untuk menulis lagi cerita. Tangan mendekap rapat, kusembunyikan diantara gigilan tubuhku. Ada yang kusembunyikan diantara rapatnya dekapan tanganku.

Kau tahu apa itu? Itulah mimpiku atau lebih tepatnya sisa mimpiku yang hampir hilang terbasuh masa. Mulanya pada malam ke 8, aku mulai mengumpulkannya. Di tiap malam berikutnya aku selalu mengumpulkannya. Satu demi satu, sedikit demi sedikit. Hingga pada malam ke 16 aku merasakan bahwa itulah malam dengan mimpi-mimpi terbanyak yang berhasil aku kumpulkan. Selanjutnya terus berkurang disetiap malamnya hingga malam ini, sedikit sisa yang masih ada. Yang entah esok hari akankah masih bersisa atau aku akan kehilangan mimpiku yang terakhir ini selamanya.

Malam kemarin aku sempat berpikir untuk membuangnya, tapi pelita-pelita sekitarku yang terus menjagaku untuk tetap terjaga, dan terus berjuang mempertahankannya hingga malam ini menjelang di pertemuan dengan hujan tadi sore. Pelita-pelita yang luar biasa, yang kehadirannya adalah kehangatan untuk siksaan dingin, senda tawa untuk kesunyiaan tiada berakhir, dan senyum untuk setiap tetes aer mata.

Ada asa disini, dibalik kaos hijau tua yang mulai lusuh dimakan usia yang sedang kukenakan ini. Asa untuk tersenyum dan memintal sisa mimpiku menjadi cahaya terang yang menyeimbangkan malam. Asa untuk pelitaku yang terus bersinar ketika aku berusaha menafikannya.

Dan kubiarkan sesaat diriku berhenti, mencari suara adzan ditengah malam. Kusimpuhkan raga, diam dalam doa.

Dan aku masih berdoa.
Untukmu sang Kuasa, atas siang dan malam serta masa.

Diam, diantara kesunyian yang mencekam.

Hingga tiba kesadaran sederhana menembus dinding asa, untuk sebuah keputusan:
Malam ini akan kujerang mimpiku, kubuka dekapanku dan mulai kupintal semuanya menjadi cahaya yang indah dan berwarna warni.

Aku tak takut lagi, dengan atau oleh malam. Sekarang aku tahu, inilah mimpiku yang abadi, yang dititipkan Raja Semesta pada setiap insan.

Sesederhana ini? Kujawab iya, untuk sebuah keinginan kuat hanya sesederhana ini. Perjalanan yang akan menguji kesederhanaan makna "iya".

Aku akan tidur, tak ingin kuhabiskan malam ke 24 ini untuk kutemani, toh semua akan berjalan seperti sedia kala, seperti yang sudah di gariskan.

Akan kusimpan tenagaku untuk esok, akan kucari kepingan puzzle mimpi yang pernah ada dan sekarang hilang.

Aku yakin, masih ada disana. Nanti, di hari nanti diantara pagi, siang dan sore atau bahkan mungkin ada diantara malam dan ceritanya. Wallahualam.
 

Comments

Popular posts from this blog

tidurlah di bawah rembulan

Pujangga Malam

Tanpa nama