Bocah

Merunduk diantara tanah kering di tengah sawah
seutas pelepah kulit pisang menggantung di pundaknya
Menggenggam erat senjata pamungkasnya
dari selongsong tangkai daun pisang

Di sampingnya berbisik menahan tawa
Sang teman memberi aba-aba
Satu temannya lagi tergeletak lunglai tak bergerak di seberang petak sawah

“Cari geranat”
Sang bocah kuncung kebingungan
menggerak gerakan bola mata tanda tak mengerti

Sang teman bergerak sigap, diantara terasering yang kian tandus karena hujan tak kunjung datang
Sambil merunduk ditariknya sebuah ketela pohon dibelakangnya
Matanya terpejam, bersemangat menarik ketela yang beranjak keras batangnya

Tercabut juga ketela kecil itu, di ujung akarnya ada 2 bulir ketela yang belum siap dipanen
Sang kawan berbagi
“Ini untukmu, ini untukku”

“Gunakan sebaik baiknya” mantap sang kawan memberi perintah

Hanya angin yang terdengar menggoyang goyangkan daun daun ketela pohon

Diantara hutan ketela pohon itu pasti musuh sedang mengintai
mereka menang jumlah, setelah kawan sang bocah mati terkapar di berondong peluru.

Matahari menyengat tajam ke kulit-kulit legam mereka

“Mereka mengadu siasat”

Sang bocah lari kesamping, menyusuri sungai yang mulai kering tak tersentuh hujan
Dari semak semak, mengintip hati hati ke arah atasnya

Tiga orang musuh sedang merunduk mengawasi keadaan,
mereka tak berpencar
tak menyadari bahaya

Namun tiba-tiba ketiga musuhnya berlarian kalang kabut
Kedua kawannya juga

Penasaran, dia naik dari semak semak sungai
Kawan-kawannya tak sempat memberi tahu

Ketika berada diatas dan tersadar, diantara hutan ketela pohon
sebuah cengkeraman menggenggam lengannya,
ditengoknya, diantara silau matahari, terlihat mata yang begitu buas memandangnya

“Ah, polisi dunia menangkapku,
padahal perang dunia hampir kami menangkan”

Meringis dia teringat kisah perang dunia yang diceritakan Bu Guru tentang perang dunia tadi pagi

Comments

Popular posts from this blog

tidurlah di bawah rembulan

Pujangga Malam

Tanpa nama